Senin, Juli 28, 2008

ANTARA SERULING DAN PIANIKA: DILEMA EMAK DI TAHUN AJARAN BARU


Akhir-akhir ini emak dibikin pusing tujuh keliling (atau lebih?). Mengapa? Anak pertama emak yang sudah kelas 3 SD ini banyak banget tuntutannya. Kalau dulu pernah dikenal TRITURA--Tri Tuntutan Rakyat, kali ini mungkin PANTURA--emPAt jeNis TUntutan muRid kelas tigA. Apa saja? Ketika liburan kenaikan kelas menjelang, tuntutan pertamanya adalah belikan seragam baru. Berhubung seragam lamanya sudah pungsat dan ngatung. Tuntutan pertama mulus dipenuhi. Tuntutan keduanya adalah belikan sepatu baru. Karena dianggap penting, sepatu pun alhamdulillah terbeli. Tuntutan ketiga masih berhubungan dengan sekolah dan emak pikir ini adalah tuntutan terakhir seperti halnya Tritura: belikan buku pelajaran sekolah dan LKS. Demi menghemat pengeluaran, emak sengaja beli buku di Palasari. Lumayan, dari duaratus ribu yang harus dibayarkan dapat korting dua lima persen alias 50rebu an. Maka emak pun menarik napas lega, karena semua tuntutan telah terpenuhi. Namun ternyata, di hari pertama sekolah, si teteh ini masih punya tuntutan lain: belikan pianika. (tahu kan?) emak pikir, pianika bisa dibeli dengan selembar uang biru bernilai 50ribu. Namun usut punya usut, pianika ini konon kata bu guruya berharga 200ribu tuk merk yamaha. Waduh! Tuntutan ke empat ini tidak terlalu dianggap penting oleh emak. Namun si teteh terus merengek dan memelas.. Karena pelajaran SBK (seni budaya dan kebudayaan) ini jadwalnya hari senin ini, maka si abah "terpaksa" meluncur ke toko Buku Karisma di Bubat demi terpenuhi tuntutan si Teteh. Sebelumnya, si teteh sudah di'lobby' untuk tidak memaksakan diri membeli pianika, dengan menggunakan seruling diatonis merk yamaha punya emak yang disimpan rapi di rumah nini. Sayangnya, di teteh terlanjur 'give up' duluan memainkan seruling ini mengingat tingkat kesulitan yang cukup lumayan. Suling nya jadi silung terus.. Dihitung-hitung, pengeluaran buat tahun ajaran baru ini memang mengejutkan: 3 pasang seragam baru sekitar 200ribu, sepatu 100ribu, buku dan LKS 300ribu!! (untuk satu orang anak SD!) Jadi kalau dijumlahkan sudah 600 ribu... padahal si teteh ini sekolah di sekolah negeri. Bisa dibayangkan anggaran yang harus disiapkan untuk sekolah swasta pasti berlipat! Bener juga kalau adan ungkapan: orang miskin dilarang sekolah. Karena walaupun SPP bulan Juli yang 16 ribu tidak juga ditagihkan sekolah kepada emak sampai tulisan ini dibuat, pengeluaran di luar SPP lebih dari 10 kali lipatnya... Kapan yaa ada pendidikan yang tidak membebani?? Kalau situasi kapitalistik seperti sekarang kayaknya ga mungkin. Kecuali kalau situasi berubah: ada kesadaran pemerintah mengurusi rakyat dengan sebaik-baik pengurusan, bukan sekadar kesadaran untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga sendiri. Ingat dong pak, Imam itu harusnya bisa jadi pelindung, bisa bertanggung jawab sama rakyatnya. Jangan cuma manis mulut pas kampanye, tapi lupa daratan kalau sudah berada di lautan kekuasaan... Astagfirullah...

Tidak ada komentar: