Jumat, Agustus 08, 2008

WALKOT IDAMAN: Dimanakah Engkau Berada?


Piwalkot menjelang Bandung. Kota yang dulu terkenal dengan sebutan kota kembang ini tak lama lagi akan memiliki walikota baru, atau paling tidak memperpanjang SIM (surat ijin memimpin) walikota lama. Maklumlah, dari 3 pasang calon walikota, satu diantaranya adalah Pak Dada Rosada yang kini menjabat walikota Bandung. Jadi, Bandung belum tentu memiliki walikota baru, jika Pak Dada masih "dipercaya".
Kamis, 7 Agustus 2008 kemarin di TVone terjadi debat seru antara ketiga pasang calon. Ya, biasa, berbagi informasi seputar program dan janji-janji yang akan membuat rakyat berkenan memilih mereka. Acara itu tentunya konsumsi para 'intelektual', orang-orang yang mau dengan objektif mendengar apa rencana mereka dan apa upaya mereka menangani masalah-masalah di Bandung yang banyaknya gak tanggung-tanggung.
Ada yang menarik tentang piwalkot kali ini. Di kompleks tempat tinggal emak, ketika pilkada lalu dimenangkan oleh pasangan hade cukup telak, 50% dari keseluruhan pemilih yang datang ke TPS. Tidak ada kampanye yang dilakukan oleh salah satu pasangan cagub saat itu. Namun untuk piwalkot sekarang ini, suasana di kompleks emak cukup hangat, kalau tidak boleh dibilang panas. Bagaimana tidak, Pak walkot datang ke kompleks emak disponsori oleh "masyarakat pecinta DS", untuk membagikan sembako. Penduduk kompleks bisa dibilang gengsi menerima bantuan sembako itu. Walaupun tipe rumah mayoritas tipe 36, tapi tidak terbiasa menerima sesajen sembako. Maka penduduk kampung yang letaknya menempel dengan kompleks emak pun ketiban rezeki. Pulang membawa sejumlah sembako cukup buat paling tidak 3 hari sampai satu mingguan. Pendukung cawalkot yang lain pun gerah. "Lihat, siapa yang main api duluan...." begitu diantaranya komentar salah seorang pendukung fanatik (baca: kader) pengusung cawalkot no 2. Maka mudah ditebak. Selang 2 minggu berikutnya, digelarlah ngobrol malam mingguan dengan cawawalkot di salah satu lapangan kompleks Emak. Sayang emak tidak tahu persis apakah memang acara itu sekadar ngobrol atau juga ada pembagian oleh-oleh bukti kadeudeuh awal dari sang cawawalkot. Kalau ingin bersaing, tentunya oleh-oleh yang dibagikan harus paling tidak sepadan dengan cawalkot sebelumnya, kalau tidak bisa melebihinya. Pak RW bilang, bahwa kompleks rumah emak harus terbuka dengan calon nomor manapun, dan warga RW nya harus dapat "menikmati" jamuan para cawalkot, terlepas dari siapa yang nanti akan terpilih. Tinggal cawalkot no 3 yang belum terdengar nyanyiannya di kompleks emak. Tapi secara pribadi, seorang kerabat menelpon, dengan pesan politis, "pilihlah no.3"...hahaha.. Ternyata semua memang sedang "berpacu dalam melodi".
Doa emak, mudah-mudahan ini bukan sekadar nyanyian politis yang hendak meninabobokan rakyat, atau menghipnotis rakyat, agar terpilih jadi walkot. Mudah-mudahan ada kesadaran di benak setiap cawalkot akan tanggung jawab berat yang kelak akan dipilkulnya ketika nanti terpilih. Semoga tidak ada pikiran korslet yang terselip di benak untuk mengembalikan "modal" kampanye yang tentunya jumlah nya berlipat-lipat kali dari uang yang biasa emak terima dari abah tiap bulannya. Satu hal yang emak harapkan, bahwa mereka akan jadi pemimpin yang memimpin dengan Islam. Walaupun tak satu pun dari mereka menyanyikan Islam di tengah kampanye ataupun leaflet yang disebar. Memimpin dengan Islam mudah diucap sulit dilakukan. Umar bin Khattab yang seringkali menjadi panutan dalam kepemimpinnnya dan dikutip oleh salah satu calon semboyannya semoga bukan sekadar untuk menarik massa Muslim hardliners dan sekadar lip service.
"Emak mau pilih yang mana?" begitu pertanyaan si teteh putri sulung emak.
Emak menjawab, "Sampai hari ini emak masih menelisik calon pemimpin yang kiranya akan menentramkan kita tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat, yang memimpin dengan Islam."
"Sudah selesai mencarinya, mak?" si teteh mendesak.
"Belum, masih mencari.." Emak menerawang
"Bagaimana jika belum dapet aja?" si teteh penasaran
Emak hanya tercenung, merenung, menerawang...apakah pilihan untuk memilih memang akan memperbaiki kota yang sangat dicintainya. Kota Bandung ini ibarat rumah yang hampir roboh bagi emak. Bahkan pondasinya pun perlu diperbaiki...Semoga ada pemimpin kota yang rela memperbaiki pondasi rumah emak ini sampai ke atapnya. Bukan sekadar memperbaiki atap yang bocor, dinding yang retak, jendela yang dimakan rayap dan cat yang mengelupas. Semoga...

Tidak ada komentar: